Beberapa
waktu yang lalu tepatnya tgl 27.03.13 pkl 00.23.59 kita dikejutkan (lagi)
dengan terjadinya gempa dengan kekutan
5.6 SR pada kedalaman 50 km dengan pusat gempa berada di darat 25 km Timur Laut
Sumba Timur. Kita sangat bersyukur karena akibat yang ditimbulkan tidak
berakibat fatal baik pada manusia maupun harta benda. Berdasarkan laporan, kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu
besar. Namun demikian kita harus tetap waspada karena kejadian tersebut dapat
kembali terulang kapan saja, karena hingga saat ini belum ada satu teknologi
maupun ahli yang mampu memberikan kepastian secara tepat dan akurat kapan dan
dimana gempa akan terjadi.
foto : www.tabloidbintang.com
Cara
yang dapat kita lakukan adalah bagaimana mengantisipasi dan merespon jika
sewaktu-waktu terjadi gempa lagi untuk meminimalisir kerugian material serta
korban jiwa (mitigasi). Bangunan gedung sebagai salah satu pusat aktivitas
kegiatan manusia merupakan infrastruktur yang menjadi titik perhatian utama, karena jika kita tidak mempertimbangkan secara
baik konsep desain dalam perencanaan dan perancangannya maka akan beresiko
tinggi terhadap keselamatan manusia maupun harta benda yang ada.
Gempa bukan bencana yang mematikan,
bangunan yang buruklah yang membunuh manusia.
“Earthquake did not kill people, the
bad building did it”.
foto : http://inmternationalprotectiononsulting.com
Berbicara tentang Konsep Dasar Desain Bangunan Tahan
Gempa, artinya kita berbicara tentang kemampuan Bangunan untuk merespon gempa
yang terjadi dengan sifat daktilitas-nya
untuk bertahan dari keruntuhan, karena memiliki fleksibilitas yang cukup dalam
meredam getaran akibat gempa.
Yang
harus dipahami pula adalah bahwa Bangunan Tahan Gempa bukanlah bangunan yang
tidak bisa rusak karena gempa, tetapi yang dimaksudkan adalah Bangunan yang memenuhi persyaratan sistem dan
detail teknis konstruksi yang praktis serta sesuai dengan standard yang berlaku
(berdasarkan SNI untuk bangunan di Indonesia).
KONSEP
DASAR
Pada
prinsipnya sebuah bangunan haruslah didesain agar seluruh elemen strukturnya
merupakan satu kesatuan yang utuh, hal ini dapat diwujudkan dalam perencanaan
pada setiap sambungannya / joint haruslah kuat dengan menggunakan material dan
aplikasi yang tepat.
PRINSIP
UTAMA
1.
Denah
Sebaiknya denah bangunan dibuat sesederhana mungkin dan simetris. Dengan
demikian bangunan akan memiliki kekuatan yang lebih merata dalam meredam gaya horizontal, serta
mengurangi efek torsi.
2.
Material Bangunan
Penggunaan bahan material bangunan sebaiknya
menggunakan material yang seringan mungkin karena besarnya beban inersia gempa
adalah sebanding dengan berat bahan bangunan. pasangan dinding batu potong menghasiIkan beban gempa sebesar minimal 15 x
beban gempa yang dihasilkan oleh dinding kayu.
3.
Sistem Konstruksi
Pada tiap-tiap elemen struktur, gaya inersia gempa harus
dapat disalurkan kepada struktur utama peredam gaya honisontal yang kemudian meneruskan
gaya-gaya ini ke pondasi dan selanjutnya diteruskan ke tanah. Struktur utama
penahan gaya horizontal harus bersifat elastis. Karena, jika kekuatan elastis
dilampaui, keruntuhan getas secara tiba-tiba tidak akan terjadi (bangunan tidak
colaps secara tiba-tiba).
HAL PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MEMBANGUN
1.
STRUKTUR PONDASI
Pondasi adalah bagian
dari struktur yang paling bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban ke tanah untuk menahan gaya
tarik vertikal dan gaya tekan dari dinding, dan berperanan penting untuk
memindahkan beban gempa dari dinding ke tanah. Diatasnya diletakkan sloof yang berfungsi
untuk menerima gaya geser dan momen lentur sebagai jalur Iintasan gaya terakhir
sebelum gaya-gaya tersebut mencapai tanah.
gambar : blog.unicom.co.id
Untuk itu pondasi
harus diletakkan pada tanah yang keras. Kedalaman minimum untuk pembuatan
pondasi adalah 65 – 75 cm. Pasangan batu gunung untuk pondasi dikerjakan
setelah lapisan urug dan aanstamping
selesai dipasang. Pondasi juga harus mempunyai hubungan yang kuat dengan sloof
dengan pembuatan angkur antara sloof dan pondasi dengan jarak antara 0.5 - 1 m.
Angkur dapat dibuat dari besi berdiameter 12 mm dengan panjang 20 -25 cm. diharapkan
jika terjadi gempa ikatan antara pondasi dan sloof tidak mudah lepas. Bentuk
pondasi harus dibuat simetris.
2.
STRUKTUR DINDING
Gaya-gaya
aksiaI dalam ring balok harus ditahan oleh dinding. Pada dinding batu
potong gaya-gaya ditahan oleh gaya tekan diagonal yang diuraikan menjadi gaya
tekan dan gaya tarik. Gaya aksiaI yang bekerja pada ring balok juga dapat
menimbulkan gerakan berputar pada dinding. Putaran ini ditahan oleh berat
sendiri dinding, berat atap yang bekerja diatasnya dan ikatan sloof ke pondasi.
Dinding
harus mampu menahan beban gempa yang searah dengan bidang dinding, maka dinding
juga harus mampu menahan gempa dalam arah yang tegak lurus bidang dinding.
Dengan
alasan ini maka dinding batu potong (tanpa tulangan) harus diperkuat dengan
kolom praktis dengan jarak yang cukup dekat. Sebagai pengganti kolom praktis
ini dapat dipakai tiang kayu
Dinding
disatukan dengan kolom maupun sloof, dengan mempergunakan angker yang dipasang
pada jarak 0.3 meter. Untuk pengaku dinding digunakan pengikat silang untuk mengatasi
adanya gaya horisontal akibat gempa, Setiap bukaan pada dinding : pintu,
jendela harus dipasang balok lintel/latei.
gambar : Teddy Boen dan Rekan, DR.,Ir, Yuskar Lase
3. STRUKTUR ATAP
Batang
pengaku (bracing) pada struktur atap digunakan untuk menahan beban gempa. Dengan
catatan bahwa pengaku ini harus merupakan sistim menerus sehingga semua gaya
dapat dialirkan melalui batang-batang pengaku tersebut. Gaya-gaya tersebut
kemudian dialirkan ke ring balok.
gambar : sanggapramana.wordpress.com
Hubungan
antara batang pada konstruksi atap membentuk segi tiga agar terjaga stabilitasnya.
Batang pengaku digunaan agar hubungan antara kuda-kuda yang satu dengan
kuda-kuda lainnya tetap stabil. Untuk
menghindari terjadinya lendutan maka sambungan antar batang horisontal jangan
terletak pada titik buhul, baik pada sambungan
tarik maupun sambungan tekan.
Semoga bermanfaat, selamat
membangun...:)