ARSITEKTUR VERNAKULAR SUMBA, APRESIASI BUDAYA PULAU SERIBU MENARA
Berbicara
tentang Sumba pasti selalu dikaitkan dengan Kuda sandalwood-nya yang terkenal,
namun disini saya tidak ingn berbicara tentang kuda Sumba, apalagi soal susu
kuda liarnya.
saya
lebih tertarik untuk membahas tentang Arsitektur Vernacular Sumba karena salah
satu daya tarik Sumba buat saya adalah hamparan menara – menara rumah sumba yang
terlihat berderet dan menjulang dari kota hingga seluruh pelosok, dari pesisir,
lembah dan padang terbuka hingga puncak-puncak bukit. Sebuah pemandangan yang mungkin
bagi orang lain adalah hal yang biasa saja tapi menurut saya ini sesuatu yang sangat
menakjubkan, sebuah hasil karya dari sebuah kebudayaan yang telah berumur
ratusan bahkan mungkin ribuan tahun yang masih bisa dipertahankan. Bagi saya
inilah PULAU SERIBU MENARA,
sebuah julukan lain yang pantas untuk PULAU SANDALWOOD.
Tentu
bagi mereka yang awam dengan arsitektur
istilah Vernakular masih terasa asing, berbeda dengan mereka yang bergelut
dalam bidang arsitektur istilah tersebut
sudah sangat familiar karena merupakan bagian dari pengetahuan yg diperoleh di
bangku kuliah, apalagi bagi mereka yang mendalami aliran arsitektur purna modern. sebelum saya
menceriterakan sedikit tentang
arsitektur vernakular sumba ada baiknya jika saya menjelaskan secara singkat
apa istilah arsitektur vernacular tersebut.
foto : sumbaadventure.comgallery.html.jpg
Turan
Mete, Vernacular Architecture, 1990., menyebutkan Arsitektur vernakular adalah
arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari
masyarakat etnik dan berakar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang
berdasarkan pengalaman (trial and error), menggunakan teknik dan material lokal
serta merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada
dan selalu membuka untuk terjadinya transformasi.
Menurut Sonny
Susanto, dosen arsitek pada Fakultas
Teknik Universitas Indonesia mengatakan bahwa arsitektur vernakular merupakan
bentuk perkembangan dari arsitektur tradisional, yang mana arsitektur
tradisional masih sangat lekat dengan tradisi yang masih hidup, tatanan
kehidupan masyarakat, wawasan masyarakat serta tata laku yang berlaku pada
kehidupan sehari-hari masyarakatnya secara umum.
Sejarah Arsitektur Vernakular Sumba
Dalam berbagai tulisan dan penelitian tentang
rumah Sumba dikatakan jika pembangunan rumah
sumba dipercaya merujuk pada tradisi arsitektur Austronesia, sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari ekspansi budaya Austronesia yg mempengaruhi hampir seluruh
rumah tradisional di Indonesia. Pengaruh tradisi Austronesia pada berbagai
rumah tradisional di Indonesia adalah memiliki kesamaan bentuk, baik dari
bentuk bangunan serta dari bentuk morfologis struktur dasarnya dimana terdiri
atas dua macam, yaitu rumah tradisional yang dibangun berdasarkan prinsip
tipikal tradisi arsitektural Austronesia kuno yaitu: struktur kotak yang
didirikan di atas tiang fondasi kayu, dapat ditanam kedalam tanah atau
diletakkan di atas permukaan tanah dengan fondasi batu, lantai panggung, atap
miring dengan jurai yang diperpanjang dan bagian depan atap yang condong
mencuat keluar [artikel ’The House in Indonesia’, Peter Nas].
Sedangkan di bagian timur kepulauan Indonesia banyak tipe rumah tradisional
digolongkan sebagai bagian dari tradisi arsitektur vernakular, dimana pada
bentuk bangunannya biasanya memiliki: lantai berbentuk lingkaran dan
berstruktur atap kerucut tinggi seperti bentuk sarang tawon atau struktur atap
berbentuk kubah elips [Ade Sahroni ,Puslitbang
Arkenas].
foto : sumbaadventure.comgallery.html
foto : sumbaadventure.comgallery.html
Bahan utama yang digunakan adalah
material yang diambil langsung dari lingkungan alaminya antara lain kayu, bambu,
alang-alang, tali hutan/rotan, dan serat tanaman lainnya. Kayu secara dominan sebagai struktur utama rangka
bangunan, digunakan sebagai tiang (kolom) penyangga. struktur rangka utama rumah
Sumba adalah pada empat buah tiang utama (pari’i) yang berada pada bagian
tengah bangunan sebagai inti strukturnya. Keempat tiang tersebut diletakkan
diatas batu sebagai tumpuan sendi.
Kayu yang digunakan sebagai tiang utama adalah
jenis kayu tertentu berusia puluhan hingga ratusan tahun yang diperoleh dari
hutan, yang dimensinya disesuaikan dengan besar atau kecilnya rumah yang akan
dibangun, Untuk lantai,
bale-bale, dinding serta rangka atap digunakan bambu, sedangkan penutup atap
menggunakan alang-alang.
foto : farm8.static.flickr.com.jpg
Bahan pengikat dan
penyambungan seluruh element struktur menggunakan tali hutan/rotan atau serat
pohon,.
foto : pics.lockerz.com
fungsi
Bagi masyarakat
sumba rumah bukan saja berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca yg
ektrem (shelter), namun lebih dari itu
rumah dipandang sebagai tempat bersemayam nenek moyang sebagai tempat
melaksanakan ritual dan upacara Marapu (kepercayaan asli masyarakat sumba) untuk
menghormati arwah nenek moyang, serta sebagai tempat penyimpanan benda-benda
pusaka nenek moyang yang dikeramatkan, juga untuk menyimpan persediaan bahan makan (bibit tanaman).
Pola tata
ruang
System tata ruang dalam rumah Sumba dapat dibagi atas tata
ruang vertical dan horizontal, secara vertical rumah Sumba dibagi atas tiga,
dimana pada ruang paling bawah (kolong) merupakan tempat untuk hewan ternak peliharaan,
pada bagian diatas kolong adalah tempat buat penghuninya, dan pada bagian atas
(loteng/menara) adalah untuk menyimpan benda pusaka/keramat. Secra horizontal ruang-ruang
utama terdiri dari katonga sebagai tempat menerima tamu, koro sebagai kamar
tidur, rabuka tempat memasak/perapian yg terletak di tengah bangunan. Sedangkan pola sirkulasi dalam bangunan menggunakan
dua buah pintu yang semuanya berada pada sisi depan rumah dimana pintu pada
sebelah kiri merupakan pintu yang hanya boleh dilewati oleh kaum lelaki/tamu,
sedangkan sisi yang lainnya adalah pintu untuk kaum wanita. Rumah Sumba tidak
memiliki Jendela
Letak dan Pola Tata Massa
Rumah sumba umumnya ditemukan dalam kelompok
perkampungan, dimana rumah-rumah dalam kampung tersebut adalah kumpulan dari satu atau beberapa sub suku
(kabihu), yang memiliki sub bahasa dan dialektika yang sama. Perkampungan Sumba tersebar dan terletak sesuai
kondisi goegrafis dimana kampung tersebut berada, baik itu di tanah lapang/
padang, pucak bukit ataupun di lembah, di daerah pedalaman maupun di pesisir
pantai.
Pola tata massa rumah Sumba diatur secara linier dan
berada dalam pagar batas dari susunan batu
tanpa perekat/pengikat yang tingginya bervariasi. Memiliki satu atau dua pintu masuk yang
disesuaikan dengan kondisi geografis dan aktifitasnya. setiap bangunan berorientasi pada sebuah ruang terbuka
bersama yang digunakan sebagai area public atau dalam bahasa Sumba dikenal
dengan istilah Natara, dimana pada area ini sering digunakan sebagai salah satu
tempat upacara/ritual adat atau sebagai tempat meletakkan batu kubur.
Penutup
Tulisan tentang arsitektur vernacular sumba ini
hanyalah sebuah penggambaran umum sebagai pengenalan , belum seluruhnya bisa
disajikan secara mendetail dan lengkap, di lain waktu akan dibahas lebih terperinci lagi termasuk proses,
element2, makna, symbol dan dekoratifnya,,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar