ayo follow me

Senin, 16 Desember 2013

Pelaksanaan Pekerjaan Kontrak Tahun Tunggal, PPK “Dapat” memutus Kontrak di Akhir Tahun.



Setiap akhir tahun hampir diseluruh wilayah Indonesia permasalahan mengenai pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan Kontrak Tahun Tunggal, selalu menjadi topik yang paling sensitif bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Dengan didasarkan Perpres 54/2010 beserta perubahannya yakni Perubahan kedua melalui perpres No. 70 tahun 2012 yang diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2012 mari kita coba mengkaji dan memahami dasar hukum dalam Pemutusan Kontrak kerja pengadaan barang dan jasa pemerintah oleh PPK untuk pekerjaan yang menggunakan Kontrak Tahun Tunggal.


Pengertian Kontrak Tahun Tunggal.

Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Pengertian Kontrak Tahun Tunggal adalah ”Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) Tahun Anggaran”.


Pengertian Tahun Anggaran.

Tahun Anggaran berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah “meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember”.

Merujuk pada Pasal 51 ayat (2), penetapan jangka waktu pelaksanaan pada Kontrak Tahun Tunggal tidak boleh melampaui batas akhir tahun anggaran tanggal 31 Desember. Hal ini sudah sangat jelas dan tidak perlu harus diperdebatkan lagi. Yang perlu dipahami adalah tentang jangka waktu pelaksanaan yang dituangkan dalam Kontrak harus dibedakan dengan masa keterlambatan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana diatur pada Pasal 93. Pasal ini memuat tentang ketentuan Pemutusan Kontrak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Jangka waktu pelaksanaan dalam Kontrak sudah jelas tidak diperkenankan melampaui batas akhir tahun anggran, namun masa keterlambatan penyelesaian pekerjaan boleh melewati batas akhir tahun anggaran.

Bagaimana dengan  pelaksanaan kontrak yang belum menyelesaikan pekerjaan sampai dengan batas tahun anggaran berakhir. Apakah sikap yang harus diputuskan oleh seorang PPK jika berada pada posisi tersebut. Dalam situasi seperti ini PPK harus dapat mengambil keputusan sedapat mungkin tidak merugikan semua pihak yang terkait.sehingga yang diharapkan adalah PPK mendapatkan fisik pekerjaan, Penyedia tidak mengalami pemutusan Kontrak, dan tentunya masyarakat dapat menikmati manfaat dari hasil pekerjaan tersebut.

Ruang yang dapat digunakan PPK dan Penyedia Barang dan Jasa Penyedia untuk menggunakan masa keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan terdapat pada dua ayat dalam Pasal 93, yaitu:

A. Mengatur tentang ketentuan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan penjelasan sbb :

Pasal 93 ayat (1), PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:

a.  Kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak

a.1.Berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50  hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;

a.2.Setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan;

b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; 
      c.  Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan 
           dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan
          oleh instansi yang berwenang; dan/atau

d. Pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggararan    persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.

Perlu diperhatikan pada Pasal 93 ayat (1) penggunaan kata “dapat” pada kalimat PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak pada kalimat tersebut tidak berarti wajib. Selain itu, penggunaan kata penghubung “dan/atau” pada akhir kalimat Pasal 93 ayat (1) huruf c. Kata “dan/atau” tersebut memiliki pengertian pemutusan Kontrak hanya dapat dilakukan jika telah memenuhi minimal satu ketentuan yang ditetapkan.

Pasal 93 ayat (1) huruf a.2 memberikan ruang kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan dalam kurun waktu 50 hari kalender masa keterlambatan. Penjelasan Pasal ini sangat jelas tak perlu dimaknai lain lagi. Dengan demikian, tak ada larangan jika masa keterlambatan pekerjaan melampaui batas akhir tahun anggaran.

Pasal 93 ayat (1) huruf b: “Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan”. Penggunaan kata penghubung “dan” pada Pasal 93 ayat (1) huruf b bermakna bahwa pemutusan Kontrak hanya dapat dilakukan jika 
1).  Penyedia lalai/cidera janji
2). Penyedia tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. 
Pemutusan Kontrak tidak dapat dilakukan jika hanya memenuhi unsur yang pertama.
Penjelasan Pasal 93 ayat (1) huruf b: “Adendum bukti perjanjian dalam hal ini hanya dapat dilakukan untuk mencantumkan sumber dana dari dokumen anggaran Tahun Anggaran berikutnya atas sisa pekerjaan yang akan diselesaikan (jika dibutuhkan). Berdasarkan hal tersebut, PPK dan Penyedia diharuskan melakukan addendum bukti perjanjian apabila waktu keterlambatan selama 50 hari kalender akan melewati batas akhir tahun anggaran. Hal yang perlu diadendum hanyalah sumber dana untuk sisa pekerjaan yang belum terbayarkan pada tahun anggaran tersebut. Pembiayaan penyelesaian sisa pekerjaan tersebut bersumber dari dokumen anggaran tahun anggaran berikutnya. Prosedur dan mekanisme penganggaran dibebankan pada dokumen anggaran tahun berikutnya dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.  Mengatur tentang tindakan yang dilakukan oleh PPK setelah dilakukan pemutusan kontrak karena kesalahan Penyedia.


kutipan lengkap isi pasal 93 ayat (1) dan (2).

Pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK akibat kesalahan Penyedia diatur pada Pasal 93 Ayat (2): “Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa, maka PPK melakukan tindakan berupa:
      1. Jaminan Pelaksanaan dicairkan 
      2. Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau 
          Jaminan Uang Muka dicairkan
      3. Penyedia Barang/Jasa membayar denda; dan
            4. Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam”. (bersifat mengikat)

Pencairan Jaminan Pelaksanaan tidak berlaku pada :
            1. Paket pekerjaan yang tidak menggunakan Jaminan Pelaksanaan 
                dengan nilai Kontrak sampai dengan  Rp. 200 Juta. 
                2Penyedia yang tidak mencairkan uang muka.

Pengenaan denda keterlambatan tidak berlaku jika pemutusan Kontrak dilakukan masih dalam jangka waktu pelaksanaan pekerjaan .

Penyelesaian pekerjaan walaupun sampai melampaui batas akhir tahun anggaran dengan memanfaatkan waktu keterlambatan lebih memberikan solusi kepada semua pihak daripada melakukan pemutusan Kontrak dengan alasan batas akhir tahun anggaran. Didalam Perpres 54/2010 yang terdiri dari 19 Bab dan 136 Pasal beserta perubahannya (Perpres No. 70 tahun 2012)  tidak ada satu klausulpun yang menyatakan bahwa pemutusan Kontrak diakhir tahun pada pekerjaan dengan Kontrak Tahun Tunggal adalah  Wajib dilakukan.

(dihimpun dan ditulis kembali dari berbagai sumber)