Setiap
akhir tahun hampir diseluruh wilayah Indonesia permasalahan mengenai pekerjaan
pengadaan barang dan jasa yang menggunakan Kontrak Tahun Tunggal, selalu
menjadi topik yang paling sensitif bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya.
Dengan didasarkan Perpres 54/2010 beserta perubahannya yakni Perubahan kedua
melalui perpres No. 70 tahun 2012 yang diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2012
mari kita coba mengkaji dan memahami dasar hukum dalam Pemutusan Kontrak kerja
pengadaan barang dan jasa pemerintah oleh PPK untuk pekerjaan yang menggunakan
Kontrak Tahun Tunggal.
Pengertian
Kontrak Tahun Tunggal.
Berdasarkan
Pasal 52 ayat (1) Pengertian Kontrak Tahun Tunggal adalah ”Kontrak yang
pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) Tahun
Anggaran”.
Pengertian
Tahun Anggaran.
Tahun
Anggaran berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara adalah “meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1
Januari sampai dengan 31 Desember”.
Merujuk pada Pasal 51 ayat (2),
penetapan jangka waktu pelaksanaan pada Kontrak Tahun Tunggal tidak boleh
melampaui batas akhir tahun anggaran tanggal 31 Desember. Hal ini sudah sangat jelas
dan tidak perlu harus diperdebatkan lagi. Yang perlu dipahami adalah tentang
jangka waktu pelaksanaan yang dituangkan dalam Kontrak harus dibedakan dengan
masa keterlambatan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana diatur pada Pasal 93. Pasal
ini memuat tentang ketentuan Pemutusan Kontrak. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa Jangka waktu pelaksanaan dalam Kontrak sudah jelas tidak diperkenankan
melampaui batas akhir tahun anggran, namun masa keterlambatan penyelesaian
pekerjaan boleh melewati batas akhir tahun anggaran.
Bagaimana dengan pelaksanaan kontrak yang belum menyelesaikan
pekerjaan sampai dengan batas tahun anggaran berakhir. Apakah sikap yang harus
diputuskan oleh seorang PPK jika berada pada posisi tersebut. Dalam situasi
seperti ini PPK harus dapat mengambil keputusan sedapat mungkin tidak merugikan
semua pihak yang terkait.sehingga yang diharapkan adalah PPK mendapatkan fisik pekerjaan, Penyedia
tidak mengalami pemutusan Kontrak, dan tentunya masyarakat dapat menikmati
manfaat dari hasil pekerjaan tersebut.
Ruang yang dapat digunakan PPK dan
Penyedia Barang dan Jasa Penyedia untuk menggunakan masa keterlambatan dalam
penyelesaian pekerjaan terdapat pada dua ayat dalam Pasal 93, yaitu:
A. Mengatur
tentang ketentuan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen) dengan penjelasan sbb :
Pasal 93 ayat (1), PPK dapat memutuskan
Kontrak secara sepihak, apabila:
a. Kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda
melebihi batas berakhirnya kontrak
a.1.Berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan
walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa
berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;
a.2.Setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari
kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa
tidak dapat menyelesaikan pekerjaan;
b. Penyedia
Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu
yang telah ditetapkan;
c. Penyedia
Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan
oleh instansi yang berwenang; dan/atau
d. Pengaduan
tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggararan persaingan
sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi
yang berwenang.
Perlu diperhatikan
pada Pasal 93 ayat (1) penggunaan kata “dapat” pada kalimat PPK dapat memutuskan
Kontrak secara sepihak pada kalimat tersebut tidak berarti wajib. Selain itu,
penggunaan kata penghubung “dan/atau” pada akhir kalimat Pasal 93 ayat
(1) huruf c. Kata “dan/atau” tersebut memiliki pengertian pemutusan Kontrak
hanya dapat dilakukan jika telah memenuhi minimal satu ketentuan yang
ditetapkan.
Pasal 93 ayat (1)
huruf a.2 memberikan ruang kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan dalam
kurun waktu 50 hari kalender masa keterlambatan. Penjelasan Pasal ini sangat
jelas tak perlu dimaknai lain lagi. Dengan demikian, tak ada larangan jika masa
keterlambatan pekerjaan melampaui batas akhir tahun anggaran.
Pasal 93 ayat (1)
huruf b: “Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya
dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan”. Penggunaan kata penghubung “dan” pada Pasal 93 ayat (1) huruf b
bermakna bahwa pemutusan Kontrak hanya dapat dilakukan jika
1). Penyedia lalai/cidera
janji
2). Penyedia tidak memperbaiki
kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
Pemutusan Kontrak tidak
dapat dilakukan jika hanya memenuhi unsur yang pertama.
Penjelasan Pasal 93
ayat (1) huruf b: “Adendum bukti perjanjian dalam hal ini hanya dapat dilakukan
untuk mencantumkan sumber dana dari dokumen anggaran Tahun Anggaran berikutnya
atas sisa pekerjaan yang akan diselesaikan (jika dibutuhkan). Berdasarkan hal
tersebut, PPK dan Penyedia diharuskan melakukan addendum bukti perjanjian
apabila waktu keterlambatan selama 50 hari kalender akan melewati batas akhir
tahun anggaran. Hal yang perlu diadendum hanyalah sumber dana untuk sisa
pekerjaan yang belum terbayarkan pada tahun anggaran tersebut. Pembiayaan
penyelesaian sisa pekerjaan tersebut bersumber dari dokumen anggaran tahun
anggaran berikutnya. Prosedur dan mekanisme penganggaran dibebankan pada
dokumen anggaran tahun berikutnya dengan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Mengatur
tentang tindakan yang dilakukan oleh PPK setelah dilakukan pemutusan kontrak
karena kesalahan Penyedia.
kutipan lengkap isi
pasal 93 ayat (1) dan (2).
Pemutusan kontrak
secara sepihak oleh PPK akibat kesalahan Penyedia diatur pada Pasal 93 Ayat
(2): “Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia
Barang/Jasa, maka PPK melakukan tindakan berupa:
1. Jaminan Pelaksanaan
dicairkan 2. Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau
Jaminan Uang Muka dicairkan
3. Penyedia Barang/Jasa membayar denda; dan
4. Barang/Jasa
dimasukkan dalam Daftar Hitam”. (bersifat mengikat)
Pencairan Jaminan
Pelaksanaan tidak berlaku pada :
1. Paket pekerjaan yang
tidak menggunakan Jaminan Pelaksanaan
dengan nilai Kontrak sampai dengan Rp.
200 Juta.
2. Penyedia yang tidak
mencairkan uang muka.
Pengenaan denda
keterlambatan tidak berlaku jika pemutusan Kontrak dilakukan masih dalam jangka
waktu pelaksanaan pekerjaan .
Penyelesaian pekerjaan
walaupun sampai melampaui batas akhir tahun anggaran dengan memanfaatkan waktu
keterlambatan lebih memberikan solusi kepada semua pihak daripada melakukan
pemutusan Kontrak dengan alasan batas akhir tahun anggaran. Didalam Perpres
54/2010 yang terdiri dari 19 Bab dan 136 Pasal beserta perubahannya (Perpres
No. 70 tahun 2012) tidak ada satu
klausulpun yang menyatakan bahwa pemutusan Kontrak diakhir tahun pada pekerjaan
dengan Kontrak Tahun Tunggal adalah Wajib
dilakukan.
(dihimpun dan ditulis
kembali dari berbagai sumber)
Blog nya keren oM dEidhy.
BalasHapusisi nya bikin tambah seger nih ingatan !
Mantap.. Mantap.... !!!
Penyelesaian pekerjaan walaupun sampai melampaui batas akhir tahun anggaran dengan memanfaatkan waktu keterlambatan lebih memberikan solusi kepada semua pihak daripada melakukan pemutusan Kontrak dengan alasan batas akhir tahun anggaran. Didalam Perpres 54/2010 yang terdiri dari 19 Bab dan 136 Pasal beserta perubahannya (Perpres No. 70 tahun 2012) tidak ada satu klausulpun yang menyatakan bahwa pemutusan Kontrak diakhir tahun pada pekerjaan dengan Kontrak Tahun Tunggal adalah Wajib dilakukan. Untuk LPJ bendahara akhir tahun bagaimana Pak, soalnya kas di bendahara di akhir tahun harus dikembalikan ke kas negara?
BalasHapus